Jaminan Allah Atas Orang Yang Bertawakal
Tawakkal adalah suatu maqam (kedudukan) dari maqam orang-orang yang yakin dan juga termasuk derajat yang tinggi dari orang-orang yang muqarrabin (orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah). Ia merupakan buah dari sebuah tauhid dan iman yang benar. Selalu meyakini bahwa apa yang ada di tangan Allah lebih baik dari yang ada dalam genggaman manusia. Hal ini berdasarkan hadits, “Siapa yang merasa suka bahwa ia menjadi manusia terkaya, maka hendaklah ia meyakini apa yang ada pada Allah, daripada apa yang ada dalam tangannya.” (HR. Al-Hakim dan Baihaqi).
Tawakkal kepada Allah adalah bentuk penyerahan total hanya kepada-Nya, bersandar kepada Allah dan kepada pertolongan-Nya, dengan berkeyakinan bahwa takdir Allah mesti berlaku dan tidak dapat ditolak. Akan tetapi dengan tidak meninggalkan ikhtiar dan mencari apa-apa yang menjadi keperluan hidup, serta mengadakan persiapan dan berjaga-jaga dari tipu-daya musuh sebagaimana yang telah dilakukan oleh para nabi dan Rasul-Nya. Tingkatan ini tidak akan diperoleh, kecuali oleh orang yang beriman dan berkeyakinan teguh.
Sementara batasan antara iman dan tawakkal amatlah tipis, artinya keduanya memiliki kaitan yang sangat erat. Bukti kebenaran tawakkal seseorang dapat dilihat atau dirasakan bilamana ia sedang berhadapan dengan persoalan yang membuatnya sulit, diantaranya adalah:
a. Saat menghadapi musibah
Ketika Rasulullah menghadapi perlakuan kejam dari bani Tsaqif di Thaif, beliau langsung menuju ke suatu tempat yang rindang di bawah pohon untuk beristirahat. Beliau saw lalu berdo’a meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala karena merasa tidak mampu melaksanakan tugas dakwah seberat dalam menghadapi kaum tersebut bila tidak mendapat pertolongan–Nya. Maka beliau saw pun memanjatkan do’a seraya merendahkan diri kepada Allah Ta’ala, “Ya Allah, kepada Engkaulah aku mengadu akan kelemahan kekuatanku, kekurangan kemampuanku dalam menghadapi orang banyak…” dan seterusnya.
Maka do’a tersebut diijabah Allah Ta’ala dengan mengutus dua malaikat penjaga gunung untuk meminta persetujuan Rasulullah agar menimpakan gunung tersebut diatas mereka yang telah menganiaya Rasulullah. Namun Rasulullah menjawab, “Tidak, akan tetapi yang kuharapkan adalah agar Allah membangkitkan satu generasi dari mereka yang kelak menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya.” (Kitab Islaamuna, Sayyid Sabiq)
Demikianlah perangai Rasulullah ketika ditimpa musibah berupa kezaliman dari kaumnya, beliau saw hanya mengeluh dan bersandarkan kepada Allah semata.
b. Saat menghadapi musuh
Tatkala Rasulullah dan Abu Bakar ra sedang berada di dalam sebuah goa, tiba-tiba Abu Bakar melihat kaum musyrikin yang mengejar-ngejar mereka berdua. Disaat itu, timbul rasa khawatir dalam diri Abu Bakar dan berkata, “Ya Rasulullah, andaikan salah-seorang dari mereka mengangkat kakinya, pasti mereka akan melihat kita. Rasulullah lalu menjawab, “Jangan engkau mengira kita hanya berdua saja, Allah lah yang menyertai kita.” (Al-Jaami’ ash-Shohih, Imam Bukhari)
Kejadian tersebut termaktub dalam ayat-Nya yang berbunyi, ”Wahai kaum mukmin, jika kalian tidak mau menolong Rasul, maka Allah telah menolongnya ketika kaum kafir Quraisy mengusirnya dari Makkah. Rasul disertai oleh Abu Bakar, sehingga menjadi berdua ketika berada di gua Tsur. Wahai kaum mukmin, ingatlah ketika Rasul berkata kepada Abu Bakar: “Janganlah kamu merasa sedih. Allah pasti membela kita.” Wahai kaum mukmin, ingatlah ketika perang Badar, Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul dan memperkuat pasukannya dengan tentara-tentara yang tidak kalian lihat. Allah telah menetapkan bahwa agama orang kafir itu hina, sedangkan agama Allah itulah yang mulia. Allah Mahaperkasa mengalahkan orang kafir, dan Mahabijaksana mengatur siasat-Nya.” (QS. at-Taubah, 9:40)
Dan dalam sebuah riwayat dikisahkan, “Dari Jabir bin Abdullah ra, berkata, “Kami bersama Rasulullah dalam perang Najd. Karena merasa aman terlindungi oleh pepohonan, beliau bernaung di bawah sebatang pohon dan menggantungkan pedangnya. Banyak orang juga bertebaran untuk berlindung di bawah pepohonan. Tiba-tiba terdengar Rasulullah memanggil kami, maka setelah kami datang, kami melihat seorang desa (A’raby) sedang duduk di depan Rasulullah. Beliau saw lalu berkata, “Orang ini mendatangi aku ketika aku sedang tertidur, lalu ia memngambil pedangku sehingga aku terbangun.
Aku melihatnya sedang mengacungkan pedang itu ke kepalaku dan berkata, “Siapa yang dapat menghindarkan pedang ini dari dirimu?” “Allah” jawab Rasulullah. Orang itu pun lalu memasukkan kembali pedang itu ke dalam sarungnya, lalu duduk di depanku, maka itulah orangnya.” Jabir berkata, “Orang itu lalu dibebaskan oleh Rasulullah.” (HR. Bukhari)
Orang-orang yang bertaqwa dan bertawakkal akan mendapat jaminan Allah, antara lain berupa:
1. Diberi kelapangan dan kemudahan dalam menghadapi segala persoalan dan problem hidup. Allah Ta’ala tidak akan membiarkannya berada dalam kesempitan dan kesusahan yang berketerusan, melainkan pasti Allah Ta’ala akan menolong dan memudahkan setelah kesulitan tersebut.
2. Allah Ta’ala akan memberikan rezeki dari arah yang tiada ia sangka dan tidak ia ketahui. Persoalan rezeki memang ada hubungannya dengan masalah taqdir, sebagaimana firman-Nya,
“Allah yang melapangkan atau menyempitkan rezeki para hamba-Nya sesuai kehendak-Nya. Sungguh Allah Maha Mengetahui semua kebutuhan manusia.” (QS. al-Ankabut, 29:62)
Tetapi taqdir tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan ia terkait erat dengan ikhtiar manusia itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman,
“Setiap manusia hanyalah mendapatkan pahala sesuai dengan amal shalih yang dilakukannya sendiri.”(QS. an-Najm, 53:39)
Apabila seorang hamba telah berusaha sekuat tenaga dan meyakini bahwa Allah Ta’ala lah Pemberi rezeki yang terbaik, maka pasti Allah akan memberinya sama dengan hasil jerih-payahnya itu dari arah yang tidak pernah ia perkirakan sebelumnya.
3. Allah Ta’ala akan mencukupkan keperluannya, artinya Allah Ta’ala akan memberikan rezeki sesuai dengan keperluan masing-masing hamba-Nya dan bukan menurut permintaan atau keinginan hamba tersebut.
Allah Ta’ala menguji perwatakan manusia; apakah mau bersyukur bila diberi kelapangan atau apakah tetap bersabar bila diuji dengan kesempitan. Memang sudah dilazimi bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk tidak merasa puas dan cukup atas apa yang ada padanya, namun seseorang yang memiliki kesholihan tentu akan merasa tercukupi dengan apa yang sudah Allah Ta’ala karuniakan kepada dirinya.
Tawakkal kepada Allah adalah bentuk penyerahan total hanya kepada-Nya, bersandar kepada Allah dan kepada pertolongan-Nya, dengan berkeyakinan bahwa takdir Allah mesti berlaku dan tidak dapat ditolak. Akan tetapi dengan tidak meninggalkan ikhtiar dan mencari apa-apa yang menjadi keperluan hidup, serta mengadakan persiapan dan berjaga-jaga dari tipu-daya musuh sebagaimana yang telah dilakukan oleh para nabi dan Rasul-Nya. Tingkatan ini tidak akan diperoleh, kecuali oleh orang yang beriman dan berkeyakinan teguh.
Sementara batasan antara iman dan tawakkal amatlah tipis, artinya keduanya memiliki kaitan yang sangat erat. Bukti kebenaran tawakkal seseorang dapat dilihat atau dirasakan bilamana ia sedang berhadapan dengan persoalan yang membuatnya sulit, diantaranya adalah:
a. Saat menghadapi musibah
Ketika Rasulullah menghadapi perlakuan kejam dari bani Tsaqif di Thaif, beliau langsung menuju ke suatu tempat yang rindang di bawah pohon untuk beristirahat. Beliau saw lalu berdo’a meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala karena merasa tidak mampu melaksanakan tugas dakwah seberat dalam menghadapi kaum tersebut bila tidak mendapat pertolongan–Nya. Maka beliau saw pun memanjatkan do’a seraya merendahkan diri kepada Allah Ta’ala, “Ya Allah, kepada Engkaulah aku mengadu akan kelemahan kekuatanku, kekurangan kemampuanku dalam menghadapi orang banyak…” dan seterusnya.
Maka do’a tersebut diijabah Allah Ta’ala dengan mengutus dua malaikat penjaga gunung untuk meminta persetujuan Rasulullah agar menimpakan gunung tersebut diatas mereka yang telah menganiaya Rasulullah. Namun Rasulullah menjawab, “Tidak, akan tetapi yang kuharapkan adalah agar Allah membangkitkan satu generasi dari mereka yang kelak menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya.” (Kitab Islaamuna, Sayyid Sabiq)
Demikianlah perangai Rasulullah ketika ditimpa musibah berupa kezaliman dari kaumnya, beliau saw hanya mengeluh dan bersandarkan kepada Allah semata.
b. Saat menghadapi musuh
Tatkala Rasulullah dan Abu Bakar ra sedang berada di dalam sebuah goa, tiba-tiba Abu Bakar melihat kaum musyrikin yang mengejar-ngejar mereka berdua. Disaat itu, timbul rasa khawatir dalam diri Abu Bakar dan berkata, “Ya Rasulullah, andaikan salah-seorang dari mereka mengangkat kakinya, pasti mereka akan melihat kita. Rasulullah lalu menjawab, “Jangan engkau mengira kita hanya berdua saja, Allah lah yang menyertai kita.” (Al-Jaami’ ash-Shohih, Imam Bukhari)
Kejadian tersebut termaktub dalam ayat-Nya yang berbunyi, ”Wahai kaum mukmin, jika kalian tidak mau menolong Rasul, maka Allah telah menolongnya ketika kaum kafir Quraisy mengusirnya dari Makkah. Rasul disertai oleh Abu Bakar, sehingga menjadi berdua ketika berada di gua Tsur. Wahai kaum mukmin, ingatlah ketika Rasul berkata kepada Abu Bakar: “Janganlah kamu merasa sedih. Allah pasti membela kita.” Wahai kaum mukmin, ingatlah ketika perang Badar, Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul dan memperkuat pasukannya dengan tentara-tentara yang tidak kalian lihat. Allah telah menetapkan bahwa agama orang kafir itu hina, sedangkan agama Allah itulah yang mulia. Allah Mahaperkasa mengalahkan orang kafir, dan Mahabijaksana mengatur siasat-Nya.” (QS. at-Taubah, 9:40)
Dan dalam sebuah riwayat dikisahkan, “Dari Jabir bin Abdullah ra, berkata, “Kami bersama Rasulullah dalam perang Najd. Karena merasa aman terlindungi oleh pepohonan, beliau bernaung di bawah sebatang pohon dan menggantungkan pedangnya. Banyak orang juga bertebaran untuk berlindung di bawah pepohonan. Tiba-tiba terdengar Rasulullah memanggil kami, maka setelah kami datang, kami melihat seorang desa (A’raby) sedang duduk di depan Rasulullah. Beliau saw lalu berkata, “Orang ini mendatangi aku ketika aku sedang tertidur, lalu ia memngambil pedangku sehingga aku terbangun.
Aku melihatnya sedang mengacungkan pedang itu ke kepalaku dan berkata, “Siapa yang dapat menghindarkan pedang ini dari dirimu?” “Allah” jawab Rasulullah. Orang itu pun lalu memasukkan kembali pedang itu ke dalam sarungnya, lalu duduk di depanku, maka itulah orangnya.” Jabir berkata, “Orang itu lalu dibebaskan oleh Rasulullah.” (HR. Bukhari)
Orang-orang yang bertaqwa dan bertawakkal akan mendapat jaminan Allah, antara lain berupa:
1. Diberi kelapangan dan kemudahan dalam menghadapi segala persoalan dan problem hidup. Allah Ta’ala tidak akan membiarkannya berada dalam kesempitan dan kesusahan yang berketerusan, melainkan pasti Allah Ta’ala akan menolong dan memudahkan setelah kesulitan tersebut.
2. Allah Ta’ala akan memberikan rezeki dari arah yang tiada ia sangka dan tidak ia ketahui. Persoalan rezeki memang ada hubungannya dengan masalah taqdir, sebagaimana firman-Nya,
“Allah yang melapangkan atau menyempitkan rezeki para hamba-Nya sesuai kehendak-Nya. Sungguh Allah Maha Mengetahui semua kebutuhan manusia.” (QS. al-Ankabut, 29:62)
Tetapi taqdir tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan ia terkait erat dengan ikhtiar manusia itu sendiri. Allah Ta’ala berfirman,
“Setiap manusia hanyalah mendapatkan pahala sesuai dengan amal shalih yang dilakukannya sendiri.”(QS. an-Najm, 53:39)
Apabila seorang hamba telah berusaha sekuat tenaga dan meyakini bahwa Allah Ta’ala lah Pemberi rezeki yang terbaik, maka pasti Allah akan memberinya sama dengan hasil jerih-payahnya itu dari arah yang tidak pernah ia perkirakan sebelumnya.
3. Allah Ta’ala akan mencukupkan keperluannya, artinya Allah Ta’ala akan memberikan rezeki sesuai dengan keperluan masing-masing hamba-Nya dan bukan menurut permintaan atau keinginan hamba tersebut.
Allah Ta’ala menguji perwatakan manusia; apakah mau bersyukur bila diberi kelapangan atau apakah tetap bersabar bila diuji dengan kesempitan. Memang sudah dilazimi bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk tidak merasa puas dan cukup atas apa yang ada padanya, namun seseorang yang memiliki kesholihan tentu akan merasa tercukupi dengan apa yang sudah Allah Ta’ala karuniakan kepada dirinya.
0 Response to "Jaminan Allah Atas Orang Yang Bertawakal"
Posting Komentar